Senin, 26 Februari 2018

Sibuk di Kampus? Why not?


Image source: struggewithin.tk

Tadi siang saya ngobrol ngalor ngidul sama sahabat saya. Mulai bahas yang unfaedah, sampai benar-benar yang faedah. Kebetulan, dia punya cowok yang sama kek saya- bukan, saya bukan cowok- maksutnya adalah pemikiran dan cara pandangnya. Saya dan cowok sahabat saya, sama-sama mahasiswa yang maniak dengan organisasi. Secara latarbelakang, dia anak sulung begitupun saya. Sama-sama berfirkir dari sudut pandang anak pertama. Tapi secara prinsip hidup dan lainlain, tentulah saya dan cowok sahabat saya ini berbeda karena perbedaan lingkungan, gender, akademik yang di tempuh yang otomatis prinsipnya beda.

Sebagai mahasiswa yang gemar berorganisasi, tentulah kami punya sudut pandang berbeda dari mahasiswa yang minim organisasi. Pemikiran antar keduanya jelas tak sama sekalipun tidak bersebrangan. Semuanya berbeda, entah dari hal kecil seperti gaya hidup, gaya bahasa, pemikiran tentang suatu hal, sampai hal yang riskan seperti ekonomi, politik, kimia, fisika. Yakaliikk #padahalanaksastra

Image souce: societyletters.com

Sahabat saya ini menyampaikan kegelisahan karena cowoknya, punya prinsip hidup yang terstruktur dan jelas, tidak seperti dia dan saya yang hidupnya let it flow aja gitu. Walaupun saya maniak organisasi, harus saya akui kalo prinsip hidup saya juga let it flow, bawaan perempuan kali ya

Let it flow itu bukan berarti kita pasrah pasrah aja, mau belajar ya terserah, mau enggak ya terserah, mau nilai bagus ya terserah, mau IPK paspas an ya terserah, mau di ceburin sumur ya pasrah. Bukan.

Bagi kami, let it flow itu ya kita berusaha sebaik mungkin dalam setiap hal, tapi tidak terlalu mematok target misal nanti harus kerja di sini, nanti harus dapet gaji segini, nanti harus punya suami yang model begini, nanti kalo dah kerja tasnya harus hermes model begini daann lain-lain.

Image source: napierfamilycenter.org.nz

Sudah sewajarnya sih kalo sahabat saya gelisah, dan saya juga belum menemukan formula untuk meredam kegelisahannya. Karena harus di akui beberapa hal dari pemikiran dia dan pemikiran saya tak sama. Banyak hal dari kami yang sama, tapi tak menampik ada beberapa hal yang berbeda pemikiran, seperti kasus satu ini. 

Dia sudah berfikir tentang kedepannya bagaimana, tentang menyatukan prinsip hidup bagaimana, dan hal-hal lain yang saya belum nyandak. Sebagai dedek-dedek, pikiran saya sekarang belum sampai ke sana, belum terfikirkan. Mikirin gimana cara bikin TOR dan RAB saya awut-awutan, mana sempat mikirin "jodohku besok kerjanya dimana ya, prinsip hidupnya apa, mampu nggak beli tas gucci setahun sekali" HAH!

Eits tapi bukan berarti saya sepolos-polosnya mahasiswi ya. Kadang juga di pikirin, hanya saja porsinya ga sebanyak itu. Sampe pernah saya mikir "apa cuma aku sih yang belom kepikiran sampe sana?" Apa cuma aku sih guys?

Oke. saya tidak akan mempermasalahkan temen saya maupun cowoknya. Karena walaupun dia berhati bunda dan saya dedek-dedek, kami tetap akur-akur saja. Walaupun beda pemikiran, ga mungkin saya jambak-jambakan sama dia lhawong pake hijab apalagi sawer-saweran duit kayak bu dendy. Nyoh!

Tapi saya jadi teringat celetukan teman-teman saya yang lain yang kadang mempermasalahkan status organisasi saya. Kadang ada yang nyeletuk

"ga capek to organisasi terus, gainget waktu pulang"
"Jangan organisasi terus, nahwu sharafmu itu di seriusin"
"Ikut organisasi berlabel kek gitu biar apa to? Ga bikin pikirannya malah rasis?"
"Di rumah organisasi, di kampus organisasi. Kapan belajarnya?"

Bahkan ada yang terang-terangan bilang 
"aku ga suka ih sama organisasimu blablablaaaa, gatau aja alesannya, pokoknya gasuka. Titik."
Di depan muka saya. Bisa di bayangkan gimana perasaan saya pas di omongin begitu? Ya saya cuma senyum kecut aja sih, walau sebenernya emosi saya meledak. 
Ngomong kok kayak gitu, belum pernah ngrasain keslomot oven 500derajat celcius ya? #padahalyangngomongjugabelom.

Kalo udah gitu biasa saya diem, mau di jawab macam apapun kalo namanya gasuka yaudah tetep gasuka. Kayak dee mu itu lhoo.

Ada lagi nih, misal lagi deket sama seseorang, trus tiba-tiba ga deket lagi di komen "makanya jangan di tinggal rapat rapat mulu". Lha apa harus tak ajak rapat? Tak rante sama tanganku? Dasar netijen. :(

Image source: timeshighereducation.com

Sebagai perempuan saya juga berfikir jauh, kalo mau dapet seseorang yang mapan, karir bagus, cerdas. Kita juga harus setidaknya sama. Masa besok kalo suami bahas tentang hegemoni pemerintahan, kita cuma bengong, nanya arti hegemoni, pahamnya cuma brambang bawang. Ya ga nyambung ngobrolnya yo cah ayu. 
Lelaki itu butuh perempuan yang sepemikiran, setara pola pikirnya, gimana bisa perempuan memahami lelaki kalo secara pola pikir aja udah beda? Ini bukan semata-mata tentang materi ya, karena sejatinya ilmu itu ga pandang materi, asal mau belajar pasti ada jalan. 

Saya jadi inget cuplikan perkataan Hanafi pas nolak di jodohkan sama ibunya di novel Salah Asuhan karya Abdul Moeis:
"Hanafi itu butuh perempuan yang bisa mengimbangi Hanafi bu, Hanafi butuh perempuan seperti Corrie. Hanafi dan Corrie bisa berdebat tentang suatu hal selama berjam-jam dengan perbedaan argumen kami. Bukan perempuan seperti Rapiah yang bisanya cuma "Iya uda, baik uda, terserah uda sajo" Hanafi tidak bisa hidup seperti itu."

Lebih dramatis dari drama korya kan?

Image source: germmagazine.com

Ikhtiar belajar selain kuliah itu itu bisa berbagai cara, dan bagi saya, organisasi merupakan salah satu bagian dari ikhtiar karena di dalamnya saya belajar banyak hal, bertemu banyak orang, di hadapkan dengan berbagai masalah yang kompleks, dan hal hal tak terduga lain.

Atau ikhtiar belajar selain di kelas juga bisa di lakukan dengan jalan sendiri, belajar otodidak, membaca karya-karya sastra, mencari info lewat internet dan dengan cara-cara lain. Itu tak masalah. Yang jadi masalah adalah orang yang terlalu banyak berkomentar itu lho. Bisa mengganggu orang lain.

Begini. Saya ikut organisasi, saya sering lupa makan, saya sering pulang terlambat, saya sering ngampus pas hari libur, saya sering ndabisa hangout gegara rapat dadakan. Sering. Sekali lagi sering. 

Tapi ya tapi, apakah itu mengganggu siklus hidup teman-teman deket maupun jauh saya? Apa iya gegara lupa makan trus saya mengganggu ketentraman telinga dengan ngeluh sakit perut ke seluruh penghuni kelas "aaaa aku lupa makan garagara rapat ini trus ketemu itu trus ngerjain proposal ini blablablaaaa" kemudian di lempar baina yadaik

Atau saat saya pulang terlambat, apa iya baterai handphone teman-teman saya akan lowbat gegara di telponin bapak ibu saya buat nanyain "mbak mau nanya tami dimana ya kok belum pulang?"

Walaupun saya tipe orang yang bodoamat, saya juga kadang sebel. Kadang aja sih, kalo suasana hati sedang bener-bener ngga mendukung. Apa iya seseorang yang sibuk organisasi itu nggabisa di ajak ngobrol santai? IPK nya pas-pas an? Pikirannya terlalu luas? Hidupnya sangat terstruktur? Yok tak ajak ke laut. Tak ceburin.

Sedari kecil, cita-cita saya itu pengen jadi multitalent person. Bisa ini, bisa itu. Bisa masak, bisa jait, bisa banyak bahasa, bisa bergaul dengan orang banyak, bisa punya usaha sendiri, bisa nyetir sendiri, bahkan benerin blender yang rusak saya bertekad bisa, dan hal-hal lain yang intinya "semua harus bisa setidaknya dasarannya". 

Dan orang tua saya sangat mengerti akan keinginan saya yang bikin saya "oh memang kehidupan saya di lingkup seperti ini"

Lantas ketika ada orang yang dengan gampangnya "nyacati" apa yang saya lakukan, kadang saya kepikiran juga. 
Apakah sebegitu ga bergunanya mahasiswa sibuk organisasi dan sibuk bisnis yang gapernah ikut belajar nahwu sharaf bareng sampai harus di pandang "dia mah mana ada waktu". Tobat!

Ada yang bilang "daripada nulis blog-blog gajelas gitu mending belajar karya ilmiah, bisa ikut lomba dan kalo menang dapet duit. Atau di kirim ke koran-koran gitu, bisa jadi ladang penghasilan":-)

Saya sedih di bilang gajelas :(. Kamu ga perhatian sih, jadi gatau kalo saya jualan barangbarang yang banyak :")

Trus ada lagi,  "daripada beli makeup mahal kayak gitu mending di tabung duitnya buat masa depan". 

Hmm pertama, saya beli makeup pake duit hasil kerja saya sendiri, kedua, tau darimana saya gapunya tabungan? Kamu peramal ya? #aladilan. Ketiga, kamu mau? Yha besok saya beliin.#kibassepatulimapuluhribuan

Kadang ada juga yang menjadikan saya sasaran empuk pada suatu event. Dengan entengnya bilang "tami aja tuh, kan dia lebih tau tentang bla bla blaaaa". Saya sebenernya ga masalah. Yang jadi masalah ketika kadang saya lupa/salah dikit, pasti di nyinyiri nya banyak. Lha yang milih saya siapa padahal. Gitu ya manusia, gampang milih tapi susah bertahan pada pilihan :(

Image source: vanillablonde.co.za

Jadi ya jadi. Menurut saya, sibuk organisasi itu ga masalah, selama ga mengganggu orang lain dan aktvitas yang lain. Selama masih sewajarnya dan tetap bertanggungjawab pada hal-hal yang sudah di pilih. Asal kuliahnya ga keteteran, kamarnya ga kayak kapal pecah, fashion-nya ga semrawut, mukanya ga lusuh karena proposal di tolak, dan ga nyinggung unsur  SARA (kata mbak monic:  Suku, Agama, RAi)

Saya memilih sibuk, karena itu mungkin yang terbaik sesuai jalan fikiran saya. Orang lain memilih biasa aja, ya monggo karena itu pilihan masingmasing yang harus di pertanggungjawabkan.

Buat mas dan mbak yang sibuk maupun tidak. Anggap saja komen orang lain itu layaknya netijen yang baru liat judul berita suatu artikel aja udah langsung komen sepanjang kereta. Jangan lelah memperbaiki diri. Sekian.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar